Kamis, 27 November 2008

10 Tanda Menerima Diri Sendiri

1. Selalu bahagia
Bahagia disini dalam pengertian tidak membandingkan dirinya dengan orang lain. Para ahli mengatakan, dengan membandingkan diri berarti matinya rasa kepuasan diri yang sejati.
Pada orang yang menerima diri apa adanya, tidak banyak hal yang membuatnya tidak bahagia. Jika ada orang yang mengkritik, orang yang menerima diri akan menganggap, bahwa itu adalah masukan yang berguna bagi pertumbuhan pribadinya. Dia akan berpandangan bahwa kritik yang sehat adalah sarana untuk memajukan diri sendiri menjadi pribadi yang lebih bijak dan berwawasan

2. Mudah bergaul dengan orang lain
Semakin besar rasa menerima diri sendiri, semakin senang kita berada di tengah orang lain karena kita merasa orang-orang itu juga menerima kita, dan senang bersama kita. Perasaan ini mambuat kita masuk ke ruang yang penuh orang dengan rasa percaya diri. Kita menganggap diri kita sebagai pemberian untuk diterima orang lain dan orang lain sebagai pemberian untuk kita terima dengan lemah lembut.
Tapi, disaat sendiri, orang yang menerima diri apa adanya juga tetap gembira. Keadaan yang tidak ada orang lain itu terasa damai dan tenteram baginya. Sebaliknya, bagi yang tidak menerima diri sendiri, keadaan sendiri itu berarti sepi dan menyedihkan. Orang yang sendiri, kesepian, kosong, akan mencari penangkal-penangkal kesepian.

3. Terbuka untuk dicintai dan dipuji
Kalau kita menerima eksistensi kita sendiri sebagai pribadi, maka kita seyogyanya juga berpikiran terbuka, tidak merasa curiga kalau seseorang dengan tulus memuji kita. Karena dalam hidup ini, kita semua belajar untuk mengatasi kelemahan2 diri sendiri, tapi sebaliknya juga terbuka untuk pujian atas kelebihan2 kita.

4. Mampu menjadi diri sendiri yang sejati
Jika kita benar-benar menerima diri sendiri apa adanya, kita akan memancarkan keunikan yang hanya dapat memancar dari penerimaan diri sejati. Dengan kata lain, sebelum mampu menjadi diri sendiri, kita harus bisa menerima diri sendiri dulu. Contohnya, jika kita mencintai atau mengagumi orang lain, maka kita akan bersikap tulus, menyampaikan kesukaan dan kekaguman secara wajar padanya. Kita tidak usah takut salah paham atau salah tafsir dengan ke-terus terangan kita

5. Mampu menerima saya yang saat ini, hari ini
Saya yang kemarin adalah sejarah. Saya yang hari esok belum diketahui. Saya terlepas dari masa lalu. Saya adalah siapa saya hari ini. Sekarang ini. Siapa saya dimasa lalu, termasuk semua kesalahan saya, sudah tidak penting.
Mengingat secara terus menerus kesalahan yang kita buat dimasa lampau hanya akan membuat kita menghakimi diri sendiri dengan keras.

6. Dapat menertawai diri sendiri dengan mudah
Terlalu serius dengan diri sendiri merupakan pertanda kita merasa tidak aman. Ada pepatah Cina kuno yang mengatakan, "Berbahagialah mereka yang dapat tertawa kepada diri mereka sendiri. Mereka tidak akan pernah berhenti dihibur." Orang yang mampu menertawai diri sendiri akan bisa menerima dan mengakui kelemahan dan kebodohanya.

7. Mampu mengenali dan mengurusi kebutuhan-kebutuhannya sendiri
Orang yang menerima dirinya sendiri mengenal kebutuhan-kebutuhannya, baik kebutuhan fisik, emosional, intelektual, sosial, dan spiritual. Mengabaikan kebutuhan diri sendiri adalah langkah bunuh diri. Kita bisa mengenali kebutuhan diri sendiri kalau kita mencintai dan sayang pada diri sendiri. Rasa sayang ini akan membuat kita juga mampu menyayangi dan menghormati orang lain secara wajar.

8. Mampu menentukan nasib sendiri
Orang yang menerima diri sendiri mengambil petunjuk dari dalam dirinya sendiri. Bukan dari orang lain. Jika kita benar-benar bergembira dengan diri sendiri, kita akan melakukan apa saja yang kita pikir baik dan selaras. Bukan menurut apa yang dikatakan atau dipikirkan orang lain.

9. Bisa berhubungan dengan kenyataan
Sikap menerima diri sendiri membuat kita tidak suka melamun atau mengkhayalkan seandainya hidup kita seperti orang lain. Kita menerima dengan tabah kenyataan2 dalam hidup ini dengan tetap berpegang pada logika kita

10. Bersikap tegas
Orang yang menerima dirinya sendiri tegas dalam menyatakan sesuatu. Kita dengan tegas menyatakan hak2 kita untuk dipandang secara serius. Hak untuk berpikir dan memilih. Kita juga tidak merasa terpaksa mengalah atau terpaksa menjadi penolong orang yang tidak berdaya. Banyak orang enggan bersikap tegas karena takut keliru. Kita pendam semua pendapat dan keinginan kita. Menerima diri dengan gembira menantang kita bersikap tegas dalam menyatakan sesuatu. Menghormati diri sendiri. Menyatakan diri secara tulus dan berani bersikap terbuka.

Kamis, 20 November 2008

RESEP KUE PERKAWINAN

Bahan:
  • 1 pria sehat
  • 1 wanita sehat
  • 100% komitmen
  • 2 pasang restu orang tua
  • 1 botol kasih sayang murni
Bumbu:
  • 1 balok besar humor
  • 25 grm rekreasi
  • 1 bungkus doa
  • 2 sendok teh telpon-telponan
  • Semuanya diaduk hingga merata dan mengembang
Cara memasak:
  1. Pria dan wanita dicuci bersih, buang semua masa lalunya sehingga tersisa niat yang murni.
  2. Siapkan loyang yang telah diolesi dengan komitmen dan restu orang tua secara merata.
  3. Masukkan niat yang murni ke dalam loyang dan panggang dengan api merata sekitar 30 menit di depan penghulu.
  4. Biarkan di dalam loyang tadi dan sirami dengan bumbunya.
  5. Kue siap dinikmati.
Catatan:
Kue ini dapat dinikmati oleh pembuatnya seumur hidup dan paling enak dinikmati dalam keadaan hangat. Tapi kalau sudah agak dingin, tambahkan lagi humor segar secukupnya, rekreasi sesuai selera, serta beberapa potong doa kemudian dihangatkan lagi di oven bermerek "Tempat Ibadah". Setelah mulai hangat, jangan lupa telpon-telponan bila berjauhan. Selamat mencoba, dijamin semuanya halal kok!

Jumat, 14 November 2008

MENGAJARI DENGAN TELADAN

Ajari aku untuk mencintai dan menyayangi diri sendiri

lewat keteladananmu yang positif.

Aku akan belajar dari semua tindakanmu

dan tumbuh dengan memiliki perhatian diri yang baik.

Ralph Waldo Emerson pernah mengatakan, "Kamu berteriak terlalu keras di telingaku, aku tidak bisa mendengar apa yang kamu katakan." Kata-kata tanpa tindakan hanya sedikit berpengaruh atau sama sekali tidak berpengaruh. Namun, ketika kata-kata didukung oleh teladan nyata, mereka punya kekuatan untuk membentuk keyakinan dan kebiasaan yang berumur panjang.

Mengucapkan, "Lakukan yang saya katakan, bukan yang saya lakukan" jarang memberi dampak. Seorang anak hampir selalu bertindak berdasarkan apa yang terlihat olehnya. Saya teringat ketika saya meminta putra saya untuk menonton televisi dalam jarak yang cukup. Tiap kali dia menonton televisi, apalagi dengan menatapkan wajahnya persis di depan layar kaca, maka saya selalu mengingatkan dan kadangkala mendisiplinnya. Suatu ketika saya menerima telepon yang letaknya di sebelah televisi yang sedang menayangkan sebuah film. Seusai menerima telepon, tak terasa saya menonton televisi terlalu dekat. Putra saya langsung berkata, "Papa dekat-dekat televisi." Spontan saja saya malu. Saya terkejut dan berkata, "Oh iya, Papa salah ya. Terima kasih ya sinyo (panggilan akrabnya)." Memang benar bahwa anak belajar banyak dari teladan, ketimbang perkataan orangtuanya. Ada satu fakta yang dicatat oleh kedua psikolog, Diana Loomans dan Julia Godoy, bahwa lebih dari 75% narapidana puya satu atau lebih anggota keluarga yang dipenjara. Saya tidak tahu survei tersebut diambil dari konteks mana, tapi fakta ini tentu memberikan indikasi tentang peran sebuah keteladanan.

Lantas, bagaimana caranya agar kita sebagai orangtua merasa lebih mudah untuk senantiasa memberikan teladan bagi anak-anak? Dengan baik Loomans dan Godoy menjelaskan bahwa cara pertama dan terpenting menjadi teladan bagi anak-anak terletak pada kasih sayang yang sehat dan konsisten dari kita sendiri. Maksudnya, kita perlu memerhatikan kondisi diri sendiri dahulu. Gambaran tentang mengenakan masker oksigen di pesawat sangat sesuai--hanya orang dewasa yang menghirup cukup oksigen terlebih dahululah yang dapat menolong anak kecil yang bergantung padanya agar bisa tetap hidup.

Orangtua kadang terperangkap dalam kebiasaan memenuhi semua kebutuhan anak sebelum memenuhi kebutuhannya sendiri, dengan keyakinan bahwa anak harus selalu didahulukan. Dalam lingkungan yang normal, sangatlah bermanfaat bagi orangtua untuk memberi perhatian yang berkualitas pada kehidupan mereka sendiri terlebih dahulu. Perhatian diri sehari-hari merupakan oksigen untuk jiwa. Atau dengan kata lain, sejumlah perhatian diri dapat membawa keseimbangan dan ketenangan yang luar biasa bagi orangtuanya.

Ada seabrek cara untuk memerhatikan diri sendiri. Ada yang melakukan meditasi pribadi. Ada yang memanjakan diri dengan pijatan. Ada yang melakukan hobi tertentu. Inilah yang salah satu saya lakukan. Hobi saya adalah bermain bulutangkis. Saya selalu meluangkan waktu untuk bermain bulutangkis setiap hari Senin. Dalam waktu itulah saya bisa melepaskan banyak ketegangan batin/stress. Setelah pulang, saya tidak langsung menyambut keluarga dengan hangat. Saya masih perlu menenangkan diri alias reorientasi, dari suasana lapangan masuk ke suasana rumah. Biasanya, untuk beberapa waktu saya menonton televisi, dan terkadang sambil menikmati french fries buatan istri. Setelah cooling down selesai, maka saya bergegas mandi dengan air hangat. Nah baru setelah itu, saya bermain bersama istri dan anak dengan perasaan yang lebih siap. Dari pengalaman ini, saya kira memang benar bahwa kita perlu memerhatikan diri dalam jumlah tertentu untuk menyehatkan suasana pikiran dan emosi. Bila suasana pikiran dan emosi telah sehat, maka tentunya kita sebagai orangtua lebih mudah memberikan keteladanan bagi anak-anak tercinta kita.

Selamat mencoba!

(Disarikan dari Loomans & Godoy, Positive Parenting, 1-13)